STOP REKLAMASI
Mari bersama selamatkan ekosistem pesisir laut untuk masa depan anak cucu kita......... Let us save marine coastal ecosystems for the future of our grandchildren ..........

Selasa, 17 Agustus 2010

Tambang Pasir Di Donggala Merusak Mata Air


DONGGALA, KOMPAS – Warga Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, yang tinggal disekitar lokasi pertambangan galian C mengeluhkan rusaknya lingkungan mereka akibat pengerukan pasir, batu, dan kerikil secara besar-besaran oleh sejumlah perusahaan tambang yang beroperasi disana. Sumber : Kompas


Warga mendesak pemerintah Kabupaten Donggala mencabut izin perusahaan tambang galian C yang tidak memerhatikan kelestarian lingkungan setempat. Hal itu diungkapkan sejumlah warga Kecamatan Banawa, Labuan, dan Sindue, Donggala, Senin (18/6). Hasbillah, Kepala Desa Toaya, Kecamatan Sindue, mengatakan, akibat tambang galian C tersebut sumber-sumber mata air setempat rusak.  

“Akibatnya, desa kami selalu krisis air, apalagi saat musim kemarau. Padahal, sebelum perusahaan tambang itu masuk, desa kami tidak pernah mengalami krisis air,” kata Hasbillah.

Selain itu, warga Donggala juga mengeluhkan hilangnya mata pencarian yang mereka telah geluti turun temurun, yaitu menambang pasir, batu, dan kerikil (sirtukil) secara tradisional. Kini, semua lokasi tambang tradisional telah dikuasai perusahaan-perusahaan tambang yang mendapat izin dari Pemkab Donggala.

Edi, warga Donggala di sekitar lokasi tambang, mengatakan, setiap desa yang menjadi lokasi tambang mendapat bagian sebesar 10 persen dari pajak yang disetor perusahaan tambang. Nilai 10 persen itu sama sekali tidak dirasakan masyarakat. Bagian itu kerap kali tidak sampai kepada masyarakat karena birokrasi yang berbelit-belit. “Warga desa kami bukannya tambah sejahtera, tetapi semakin melarat karena hilangnya mata pencarian utama,” kata Edi.

Dia dan Hasbillah meminta agar lokasi tambang itu dikembalikan ke warga. Pemerintah didesak mencabut izin semua perusahaan tambang galian C yang terbukti merusak lingkungan itu.

Menurut Direktur Eksekutif Walhi Sulteng, Supardi Lasaming, kerusakan lingkungan disekitar lokasi tambang galian C itu sudah sangat memprihatinkan. Penambangan dilakukan besar-besaran dan melanggar ketentuan izin. Dari hasil investigasi, Walhi Sulteng menemukan semua perusahaan tambang galian C tersebut telah melampaui batas-batas wilayah yang ditetapkan. Misalnya, pengerukan sirtukil dilakukan sampai lima meter kebantaran sungai. Akibatnya, saat musim hujan sejumlah wilayah di Donggala dilanda banjir.

Hamdin, Direktur Pelaksana Yayasan Tanah Merdeka Palu, mengatakan, kerusakan akibat penambangan oleh warga setempat sangat minimal. Karena, selain hanya menambang sesuai kebutuhan dan dengan alat-alat sederhana, warga juga memilki kearifan lokal yang dipegang teguh saat menambang, misalnya tidak boleh menambang di sekitar bantaran sungai. “Kalau kita ukur dari waktu, kerusakan yang ditimbulkan pertambangan rakyat lebih dari 100 kali lebih lamban dari yang ditimbulkan perusahaan-perusahaan pertambangan modern,” kata Hamdin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar