Senin, 16 Februari 2009
MASYARAKAT yang bermukim di kawasan wisata Tanjung Karang mempertanyakan ketegasan Pemkab Donggala terhadap pembangunan rumah permanen di kawasan tersebut. Pembangunan rumah permanen di tanjung karang selain merusak pemandangan dan keindahan pantai, juga tanpa disertai Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tetapi hingga kini, langkah pemda Donggala melalui dinas Kimtawil yang berencana ingin membongkar, kian tak jelas. “Masyarakat terus menunggu action dari Pemkab untuk mengeksekusi rumah tersebut. Terlebih lagi dikabarkan Pemkab akan membentuk tim untuk menangani persoalan ini,’’
kata Direktur Yayasan Bonebula Donggala, Andi Anwar kepada Radar Sulteng, kemarin (15/2).
Kata dia, jika masyarakat tak kunjung mendapat kepastian, maka Yayasan Bonebula Donggala akan menghadap langsung ke Bupati untuk mempertanyakannya. Kalaupun upaya itu belum cukup, maka jalan terakhir dengan menggelar aksi demo agar Pemkab ataupun DPRD Donggala menyeriusi persoalan tersebut.
Kata dia, walau emosi masyarakat beberapa waktu lalu memuncak yang ditandai dengan aksi penyegelan rumah, tapi kondisi masyarakat sampai saat ini masih terkendali. Tak ada reaksi berlebihan karena masyarakat masih mau diatur serta tunduk dengan aturan yang berlaku.
Dia berharap agar rumah tersebut segera dibongkar karena selain mengancam lingkungan dan membawa dampak sosial ekonomi, pembangunan rumah tersebut melanggar regulasi seperti Undang-undang nomor 32/1990. “Secara jelas disebutkan dalam Undang-undang tersebut, pembangunan di sekitar pantai minimal berjarak 100 meter dari titik tertinggi pasang surutnya air laut,” jelasnya.
Bahkan Permendagri nomor 14/1988 tentang penataan ruang terbuka hijau kata Andi Anwar, sudah tak diindahkan lagi. “Pembangunan rumah-rumah itu sangat jelas tak sesuai lagi dengan garis sempadan pantai. Kami menunggu keberanian Pemkab Donggala untuk meratakan rumah yang disinyalir milik para pengusaha itu,’’ tandasnya.(cr1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar