Laut merupakan anugrah terbesar bagi umat manusia. Didalamnya begitu banyak sumberdaya yang tak ternilai harganya. Potensi sumberdaya kelautan Indonesia sangat tinggi dan bahkan bisa menutupi utang luar negeri Indonesia. Prakiraan nilai ekonomi potensi dan kekayaan laut Indonesia yang telah dihitung para pakar dan lembaga terkait dalam setahun mencapai 149,94 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14.994 triliun.
Sementara itu dari beberapa sumber mengatakan bahwa utang luar negeri Indonesia yang pada bulan juni 2008 utang luar negeri Indonesia masih 1,780 Milyar Dollar. Ini artinya bahwa hanya dengan optimalisasi potensi sumberdaya kelautan kita, Negara kita bisa terbebas dari utang luar negeri. Hal ini memang mungkin saja terjadi jika kita benar-benar mau menyadari akan kekuatan dan besarnya potensi sumberdaya yang kita miliki. Hal yang paling mungkin adalah dengan mengkalkulasi potensi sumberdaya terumbu karang indonesia yang sangat tinggi.
Potensi ini terus menyeruak dalam berbagai issu nasional dan internasioanl, dan bahkan pada kegiatan WOC di Manado disebutkan bahwa potensi terumbu karang bisa menjadi suatu kekuatan ekonomi baru bidang pariwisata yang dapat menghasilkan miliaran dollar AS pertahunnya.Namun saat ini tanpa kita sadari bahwa ternyata sebelum kita benar-benar mau mengoptimalkan nilai ekonomi dari sumberdaya terumbu karang, lambat laun kita telah mulai kehilangan sumberdaya laut sedikit demi sedikit dan pasti. Dari waktu-kewaktu terlihat trend penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya pesisir dan laut. Sumberdaya yang paling terdegradasi adalah terumbu karang dan hutan mangrove. Dari beberapa data terlihat penurunan penutupan karang hidup dibeberapa lokasi kawasan timur Indonesia dan bahkan di beberapa kawasan Konservasi seperti Takabonerate, Bunaken manado, Taman Naional Laut Wakatobi dan Raja ampat. Jika kita melihat lebih jauh mengenai kondisi sumberdaya yang paling mencuat saat ini adalah penurunan penutupan luasan karang hidup daerah terumbu karang. Ada beberapa hal yang menjadikan terumbu karang terdegradasi dengan serius antara lain karena ulah manusia dan tekanan alam itu sendiri. Dan kita tidak dapat memungkiri bahwa kerusakan karena ulah manusia adalah hal terburuk yang sampai saat ini terus terjadi. Saat perhatian masyarakat kota tengah terfokus pada hangatnya kasus KPK, Kejaksaan dan Kepolisian, sebagian masyarakat desa justru lebih memilih untuk mendapatkan sumber daya yang dapat menghidupi keluarga mereka.
Mereka seakan tidak perduli dan tidak mau perduli dengan diskusi hangat para komentator dan pengamat yang sudah kenyang dengan berbagai sumberdaya dikota. Sebagian masyarakt desa pesisir memanfaatkan sumberdaya yang dapat mereka peroleh walau hanya cukup untuk satu hari dan sebagian ada yang berupaya untuk mendapatkan sumberdaya dengan jumlah yang sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan keberlanjutan sumberdaya. Dalam hubungan yang tidak langsung, ternyata keberadaan masyarakat kota yang hidup berkecukupan mempunyai korelasi positif terhadap aktifitas masyarakat desa dalam mencari sumberdaya pesisir dan laut. Sebagian masyarakat desa berusaha untuk mendapatkan sumberdaya lebih untuk menutupi permintaan masyarakat kota dengan menggunakan alat tangkap yang dapat merusak lingkungan.
Dalam kenyataannya, masih banyak nelayan yang menggunakan bom dan racun dalam mengeksplotasi sumberdaya ikan di terumbu karang. Mereka tidak segan-segan melemparkan bom mereka pada kumpulan ikan ditengah terumbu karang, hanya untuk mendapatkan hasil tangkapan lebih yag dapat dijual dipasar-pasar kota. Dari pengamatan langsung dilapangan dengan nelayan “kebetulan” yang melakukan aksi pengeboman, kami melihat bahwa efek bom benar-benar dahyat dan mematikan. Dengan berat bom ikan 200 – 400 gram kotor (termasuk berat botol) dapat menimbulkan kematian pada radius 5-8 meter. Kematian terbesar ada pada radius < 5 m, kematian sedang ada pada radius 5-10 meter dan kematian ringan pada radius diatas 10 m. Kematian berat artinya semua sumberdaya ikan dan non ikan serta terumbu karang benar-benar mati dan terumbu karang tidak dapat recovery. Kematian sedang adalah kematian beberapa sumberdaya ikan kecil dan sedang sementara 30 – 60 % terumbu karang dapat recovery setelah 3 – 4 minggu. Sementara kematian ringan adalah kematian beberapa jenis ikan kecil dan rusaknya terumbu karang sekitar 10 – 15 %. Ribuan ikan dalam radius < 5 meter benar-benar mati, mengapung dan beberapa tenggelam. Dan hanya sekitar 60 % ikan yang dapat diambil oleh nelayan yang melakukan aktivitas pengeboman. Paling banyak sekitar 80 % ikan yang dapat diambil oleh masyarakat dengan catatan bahwa kebetulan yang terkena bom adalah gerombolan ikan besar yang dapat dengan mudah ditemukan saat ikannya mati. Sementara ikan-ikan lain yang bukan merupakan sasaran pengeboman yang ikut mati karena ukurannya yang masih kecil juga akhirnya mati dengan sia-sia. Belum lagi ribuan juvenile (bakal ikan) ikut mati dan jutaan telur ikan akhirnya hancur oleh getaran yang diakibatkan oleh bom ikan yang sekali dilemparkan. Dalam sekali operasi penangkapan dengan menggunakan Bom, seorang nelayan dapat meledakkan 3–6 bom sehari tergantung pada ketepatan mereka menemukan sasaran gerombolan ikan. Dan sangat jarang dalam sekali lempar kebetulan menemukan sasaran gerombolan ikan. Dapat dibayangkan jika dalam sehari seorang nelayan meledakkan bom 3–6 kali maka jutaan bakal ikan, telur ikan dan bahkan ikan-ikan kecil mati sebelum benar-benar dimanfaatkan.
Belum lagi aktifitas penggunaan cyanida yang masih sangat marak dilakukan oleh beberapa nelayan. Kegiatan penangkapan dengan cyanide ini ternyata sama buruknya dengan aktivitas pengeboman walaupun efek rusaknya tidak seperti penggunaan bom. Bukan hanya itu, efek langsung yang juga sangat mematikan adalah matinya zooxanthella (organism karang yang microscopic) yang merupakan organisma satu-satunya penghasil terumbu (kapur karang) yang juga sekaligus menjadi rumah bagi karang dan ribuan ikan serta hewan lainnya. Dengan matinya karang akibat cyanide, maka akan memberikan efek negative pada pertumbuhan terumbu karang itu sendiri. Kita tidak akan dapat lagi melihat keaneka ragaman warna yang dibangun oleh jutaan zooxanthella karena semua karang akan berubah menjadi putih dari mati. Kematian demi kematian yang diakibatkan oleh nelayan pengguna bom dan cyanide sebenarnya juga karena ketidak perdulian kita terhadap sumberdaya yang ada. Kita tetap saja membeli ikan-ikan yang di bom atau ikan-ikan yang diracun oleh nelayan.
Tanpa kita sadari kalau kita secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam kematian jutaan ikan yang ada diwilayah pesisir dan laut. Kematian dan kerusakan memang terus terjadi dimuka bumi sebagimana dalam Al Quran pada surat Ar-Rum (30) : 41, yang antara lain berbunyi : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” Seharusnya diantara banyaknya issu politik yang menggema saat ini tidak menghilangkan kepedualian kita untuk terus menjaga sumberdaya yang dapat menjadi asset paling berharga bagi masyarakat Indonesia. Saat ini telah dan terus berlangsung Program Coremap yang telah masuk pada fase II yang secara nyata terus memberikan penguatan-penguatan ditingkat desa dalam upaya menjaga sumberdaya terumbu karang sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Tidak dapat dipungkiri bahwa penyebab utama dari upaya perusakan terumbu karang adalah desakan ekonomi sebagian masyarakat pesisir yang untuk itu kita semua bertanggung jawab (bukan hanya program Coremap) untuk terus meneriakkan kata “PERANG” terhadap segala upaya perusakan terumbu karang. (© Ma’ruf Kasim, PhD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar