STOP REKLAMASI
Mari bersama selamatkan ekosistem pesisir laut untuk masa depan anak cucu kita......... Let us save marine coastal ecosystems for the future of our grandchildren ..........

Jumat, 29 Oktober 2010

2010: Tahun Keanekaragaman Hayati Internasional

KabarIndonesia - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mencanangkan tahun 2010 sebagai Tahun Keanekaragaman Hayati Internasional (the International Year of Biodiversity). Dengan pencanangan ini, PBB mengajak seluruh warga dunia untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya keanekaragaman hayati dan kemudian melakukan tindakan nyata untuk melestarikannya.
Apa arti penting keanekaragaman hayati sehingga badan dunia seperti PBB perlu mengajak seluruh dunia untuk memberi perhatian istimewa kepadanya?

Ilmuwan mendefinisikan keanekaragaman hayati sebagai seluruh keanekaan bentuk kehidupan di bumi, beserta interaksi di antara mereka dan antara mereka dan lingkungannya. Keanekaragaman hayati merujuk pada keberagaman bentuk-bentuk kehidupan: tanaman yang berbeda-beda, hewan dan mikroorganisme, gen-gen yang terkandung di dalamnya, dan ekosistem yang mereka bentuk.

Keanekaragaman hayati sangat penting bagi manusia karena pada dasarnya manusia adalah bagian dari komunitas hayati di bumi. Sebagaimana kita ketahui, tak ada makhluk hidup yang dapat berdiri sendiri. Untuk menunjang kehidupannya, setiap makhluk hidup pasti bergantung pada makhluk hidup lain. Demikian pula dengan manusia. Tanpa makhluk hidup lain, manusia tidak akan dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti: makanan, minuman, atau obat-obatan. Oleh karena itu, kelestarian alam menjadi syarat utama kelestarian kehidupan manusia sendiri.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks, manusia tentu membutuhkan sumber yang beragam pula. Sebagai contoh, di bidang kesehatan saja, untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit atau menjaga kesehatan, manusia membutuhkan khasiat dari berbagai spesies, misalnya: kina untuk obat malaria, sirih untuk obat antiseptik, mengkudu untuk obat kanker, sayur-mayur untuk penambah vitalitas dan stamina, dan lain sebagainya.

Pentingnya satu spesies tidak hanya terlihat pada spesies-spesies yang secara nyata telah memberi manfaat kepada manusia, seperti: padi, gandum, sirih, atau mengkudu. Berdasarkan penelitian ilmiah, spesies-spesies yang sering dianggap masyarakat sebagai pengganggu atau musuh manusia, seperti: ular, kalajengking, serigala, dan macan, ternyata memiliki khasiat atau memainkan peran yang tak kalah pentingnya dalam ekosistem. Sebagai contoh, bisa (racun) ular dan
bisa kalajengking ternyata mengandung khasiat medis tertentu yang bermanfaat bagi manusia, sedangkan serigala dan macan yang termasuk dalam kategori hewan pemangsa (predator) sebenarnya memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dengan mengendalikan laju populasi binatang yang mereka mangsa.

Dengan beragam contoh tersebut, dapat dengan mudah dipahami bahwa kepunahan salah satu spesies apapun akan menyebabkan hilangnya salah satu sumber penting penunjang kehidupan manusia dan penyeimbang ekosistem. Itu sebabnya mengapa manusia perlu terus menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati. Sudah sepantasnya pula bila PBB memberi perhatian istimewa dengan mencanangkan tahun 2010 sebagai Tahun Keanekaragaman Hayati Internasional. Untuk lebih menyadarkan dunia pada arti pentingnya keanekaragaman hayati bagi kehidupan manusia, PBB memilih motto "Biodiversity is life. Biodiversity is our life" sebagai motto Tahun Keanekaragaman Hayati Internasional.

Perhatian PBB terhadap keanekaragaman hayati sebenarnya telah dimulai jauh sebelum tahun 2010. Perhatian tersebut dipicu oleh meningkatnya kesadaran umat manusia bahwa di satu sisi, sumber daya alam hayati mempunyai arti yang sangat vital dan krusial bagi kemanusiaan, namun di sisi lain, ancaman kepunahan sumber daya alam hayati sebagai akibat dari pemanfaatan yang eksploitatif telah tampak begitu nyata. Sebagai tanggapan atas kesadaran tersebut, sejak tahun 1988, the United Nations Environment Programme atau UNEP (organ PBB yang menangani masalah lingkungan) telah memprakarsai sejumlah pertemuan penting untuk mendiskusikan langkah-langkah pelestarian sumber daya alam hayati. Pertemuan-pertemuan tersebut berkulminasi pada tahun 1992 dengan diselenggarakannya Konferensi Nairobi pada tanggal 22 Mei 1992 yang menyepakati naskah Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity) dan Pertemuan Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro pada tanggal 5 Juni 1992 yang membuka kesempatan penandatanganan konvensi tersebut oleh negara-negara anggota PBB.

Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan UU Nomor 5 Tahun 1994. Ratifikasi tersebut merupakan pernyataan komitmen Indonesia dalam melestarikan sumber daya alam hayatinya, sebagaimana dikemukakan dalam bagian "Menimbang" UU tersebut: "bahwa dalam rangka melestarikan keanekaragaman hayati, memanfaatkan setiap unsurnya secara berkelanjutan, dan meningkatkan kerja sama internasional di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi guna kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang, Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil, pada tanggal 3 sampai 14 Juni 1992 telah menghasilkan komitmen internasional dengan ditandatanganinya United Nations Convention on Biological Diversity oleh sejumlah besar negara di dunia, termasuk Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati."

Namun pernyataan komitmen tanpa didukung tindakan nyata tentu tidak banyak berarti. Setelah hampir enam belas tahun Indonesia meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati, pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia belum tampak berpihak pada kelestarian alam. Pelanggaran prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan hidup yang baik masih sering terjadi.

Contoh-contoh seperti: pencemaran sumber-sumber air akibat limbah industri, penebangan hutan yang tidak selektif, dan pengolahan tambang yang tidak ramah lingkungan masih sering tampil di berita-berita lingkungan di berbagai media massa. Inilah barangkali salah satu kelemahan pengelolaan sumber daya alam di negara-negara berkembang pada umumnya: mengejar pertumbuhan ekonomi dengan cara menguras besar-besaran sumber daya alam tanpa memperhatikan akibat sampingannya. Melihat banyaknya contoh tersebut, Pemerintah Indonesia perlu melakukan introspeksi dan evaluasi terhadap kebijakannya di bidang keanekaragaman hayati. Kebijakan yang bersifat eksploitatif dan cenderung memanfaatkan sumber daya alam hayati sebagai komoditas ekonomi semata harus dihentikan. Sebagai negara yang dikaruniai keanekaragaman hayati berlimpah (dengan tingkat keragaman tertinggi nomor 2 di dunia setelah Brazil), sudah sepantasnya Indonesia harus menjadikan pelestarian keanekaragaman hayati sebagai salah satu prioritas pembangunannya, apalagi keanekaragaman hayati telah diakui sebagai milik dan warisan bersama umat manusia (the common property and the common heritage of human kind).

Pencanangan Tahun Keanekaragaman Hayati Internasional oleh PBB harus disambut sebagai momentum penting untuk mengevaluasi pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia. Pemerintah perlu menggalakkan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat yang dapat menjamin kelanjutan pelestarian keanekaragaman hayati. Sinergi antara Pemerintah dan masyarakat terbukti menjadi salah satu solusi yang jitu dalam hal ini.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar